Om Swastyastu,
Sebelum kita memasuki ke skema dari silsilah keluarga besar, mungkin kita ambil cerita ke belakang mengenai terbentuknya generasi ke generasi.
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang laki-laki pengembara dari desa Sai di daerah Pupuan-Tabanan menuju di desa Busungbiju, hidup dengan 2 putri dan 1 putra nya.Setelah bertahun tahun menjalani kehidupannya kedua putri dan satu putra tumbuh dewasa. Anak laki-lakinya yang bernama "Lebon" tertarik dengan seorang wanita dan akhirnya mereka menikah sedangkan kedua saudaranya yang bernama "Rasmin dan Sentongan " tidak menjalani layaknya seperti saudaranya alias "Nyukla Brahmacari" atau tidak menikah.
Diceritakan kehidupan dari saudara lakinya setelah melangsungkan pernikahan beberapa tahun kemudian akhirnya istrinya mengandung memiliki tiga anak laki-laki dimana anak-anakynya itu diberi nama: " Nengah Gepeng, Wayan Bakas dan Ketut Lebah".
Beberpa tahun kemudian setelah mereka menginjak dewasa ahirnya satu diantara mereka tidak menjalani kehidupan layaknya suami istri dan kedua saudaranya yang lain akhirnya menikah. Dimana Ngh.Gepeng bersanding dengan seorang wanita dan meneruskan satu keturunan laki-laki yang diberi nama : Wayan Kajeng sedangkan Kt. Lebah juga melangsungkan pernikahan dan memiliki tiga orang anak dan anak-anaknya itu diberi nama: Nyoman Riris, Ketut Dania dan Ketut Dangin.
Singkat cerita dari kehidupan mereka pada zaman itu masih memiliki warisan yang banyak sehingga keluarga ini memiliki tempat di lokasi. Namun demikian yang namanya saudara pasti ada yang merasa ingin menguasai lebih, seperti pepatah mengatakan dalam satu phon kelapa dari beberapa rumpun pasti ada satu yang kosong Nah demikian juga halnya dengan kehidupan pasti saja ada yang ingin memiliki lebih meskipun sudah punya bagian tersendiri.
Dari cerita yang bisa saya kumpulkan bahwa salah satu dari wanita yang tidak menikah yang bernama "Sentongan" pada ssaat itu tinggal di suatu gubug di daerah perkebunan yang bernama daerah Bakung letaknya sebelah timur laut dari desa Busungbiju. Pada suatu ketika pada saat wanita itu sedang melakukan aktifitas sehari-hari yaitu memasak nasi di dapur, ntah dari mana datanglah seseorang mengendap-endap dengan membawa kayu yang biasa dipakai untuk mengupas kelapa atau pengesan dan menghampiri wanita paruh baya tersebut. Tanpa ada basa-basi seseorang tersebut telah mengayunkan pengesan tersebut dan menghantam bagian belakang wanita tersebut sehingga terjungkal dan menghancurkan masakan nasi yang masih berupa aruan atau nasi setengah jadi.Setelah melakukan pemukulan untuk menghilangkan jejak orang tersebut akhirnya menyerat wanita itu dibawa ke sungai dan berusaha untuk memasukan wanita yang sudah menjadi mayat itu ke dalam air sungai dan menimbunnya dengan batu, akan tetapi usahanya sia-sia beberapa saat kemudian mayat tersebut terngkat oleh air dan kelihatan dari atas akhirnya pembunuh itu mengangkat kembali mayat tersebut ke daerah perkebunan dan dengan sadisnya menggantung mayat tersebut dengan bambu yang diambil dari kebun yang berada disebelah timur tidak jauh jauh dari gubug wanita itu.Mungkin ini sudah merupakan jalan dari wanita itu ntah mengapa pembunuh itu mengikat wanita itu dengan selendang sari berwarna merah dan setelah menggantungnya kemudian pembunuh itu meninggalkan pergi.
Bebrapa hari kemudian datanglah seorang laki-laki ke kebun tersebut dan seperti biasa mencari kumpinya akan tetapi susana di kebun tersebut sepi dan kosong, laki-laki tersebut mencari kesana kemari sambil memanggil akan tetapi hasilnya nihil dan terkahir mencoba untuk datang ke pinggiran sungai namun tetap juga tidak ketemu.Karena sudah putus asa akhirnya memutuskan untuk balik kerumah sambil membawa kecemasan, pada saat mau beranjak untuk menigggalkan tempat itu tiba-tiba menoleh ke atas tepatnya disebelah timur dari pinggiran sungai terlihat sesuatu yang berwarna merah berkibar dan setelah didekati ternyata disana ada seseorang yang sedang bergelantungan alangkah terkejutnya dan akhirnya bergegas pulang untuk memberi tahukan keluarga yang ada dirumah dan saat itu juga salah satu keluarga melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib atau polisi dan saat itu juga langsung menuju ke tkp dan setelah dilacak ternyata yang bergelantungan itu adalah sesosok wanita yang sudah bersimbah darah. Akhirnya mayat wanita itu dibawa kerumah dan disemayamkan bagaimana layaknya menguburkan mayat sama seperti yang lain.
Setelah acara penguburan selesai akhirnya keluarga tersebut dikumpulkan dan polisi pun mengintrograsi semua keluarga yang ada hubungan dengan kejadian tersebut, dan akhirnya polisi dan keluarga mendapatka titik terang dan yang menjadi biang dari semua itu adalah keponakannya sendiri yang tiada lain adalah Ketut Lebah yang ingin menguasai warisan dari wanita detua yang bernama "Sentongan" lantaran beliau tidak punya keturunan dan menyuruh salah seorang warga yang berada di daerah Lebah Sange ( beten cempakane ) untuk melakukan pembunuhan tersebut.Untuk mengadili atas pembunuhan tersebut maka keluarga pun melakukan parum / rapat dimana salah seorang dari penyebab terjadinya pembunuhan pun ikut disana sambil membawa keris yang merupakan kekuatan atas dirinya.
Rapat pun berjalan dengan hati berdebar-debar dan salah satu topik dari rapat itu membahas masalah keris yang dipegang oleh Ketut Lebah dan itu pun digilir oleh keluarga itu karena ingin tahu atas aura yang dimilikinya.Setelah keris itu berada di penghujung dari orang yang ikut dalam rapat dan tidak lagi di kembalikan, akhirnya orang yang hadir disana secara serentak bangun dan mengkap Ketut Lebah utnuk diadili dan serahkan ke yang berwenang. Oleh karena kekuatannya sudah tidak bersama dengannya akhirnya Ketut Lebah berakhir kehidupannya dengan meninggalkan seorang putri yang bernama Nyoman Riris dan dua orang putranya yang bernama Ketut Dania dan Ketut Dangin.
Beberapa tahun kemudian akhirnya terjadi beberapa masalah ada yang sakit keras ada yang jatuh dan ada pula yang meninggal tanpa sebab, akhirnya setelah di tanyakan pada orang pintar (meluasang) ternyata keturunan dari yang membunuh harus membuatkan pelinggih terhadap orang yang dibunuh dan yang membunuh. Maka dari itu dibangunlah dua buah pelinggih yang berada di areal pekarangan Bapak Jelunadi yang terletak di jalan kiskenda seberang jalan SD no 1 Busungbiju.
Demikian riwayat dari salah satu garis keturunan yang secara turun temurun harus sembah sujud dan ngaturang piodalan yang ditujukan kehadapan Hyang Dewa yang hari piodalan jatuh pada Sukra Matal.
Dan peristiwa ini agar diketahui oleh generasi penerusnya maka dibawah ini juga saya lampirkan skema dari silhsilah keluarga yang sudah dijabarkan diatas dengan tujuan agar generasi penerusnya harus saling mengenal satu sama lainnya.
Demikian penjabaran ini kami sampaikan apabila ada yang kurang ataupun merasa dilebihkan sudi kiranya untuk dimaafkan karena semua sumber ini saya dapatkan langsung dari orang tua kami yang pada saat itu berhadapan langsung dengan peristiwa yang terjadi.Dan kami mohon ampura yang sebesar-besarnya apabila salah menyebutkan nama terhadap leluhur yang tyang sane sampun newata.
Sebagai bentuk tali persaudaraan satu dengan yang lain dalam satu rumpun keluarga saya juga membuatkan sketsa garis keturunan dibawah ini:
Puputang tyang antuk paramasanti,
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om.
Suksma,
Ketut Marina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar